Tiongkok Melihat Kesepakatan Perdagangan AS sebagai Kemenangan Besar

by -99 Views
Tiongkok Melihat Kesepakatan Perdagangan AS sebagai Kemenangan Besar

Tiongkok Melihat Kesepakatan Perdagangan AS sebagai Kemenangan Besar

Pada 12 Mei 2025, dunia menyaksikan momen penting dalam hubungan ekonomi AS-Tiongkok: kedua negara menyepakati gencatan tarif selama 90 hari, dengan AS menurunkan tarif impor dari 145% menjadi 30%, dan Tiongkok mengurangi tarifnya dari 125% menjadi 10% 367. Meski bersifat sementara, kesepakatan ini dianggap sebagai kemenangan strategis bagi Beijing. Artikel ini akan membedah mengapa Tiongkok memandang kesepakatan ini sebagai keberhasilan, menganalisis perspektif ahli ekonomi, serta mengevaluasi dampaknya bagi perekonomian Indonesia.

Bagian 1: Mengapa Tiongkok Mengklaim Kemenangan?

1.1 Minimalisasi Konsesi dan Postur Tegas

Media pemerintah Tiongkok, seperti CCTV, menyebut kesepakatan ini sebagai bukti efektivitas strategi negosiasi Beijing yang “tegas dan tidak kompromi” 10. Berbeda dengan retorika AS yang mengklaim “keterbukaan pasar Tiongkok”, faktanya, Tiongkok hanya setuju mencabut pembatasan ekspor mineral tanah jarang—sumber daya kritis untuk teknologi tinggi—sementara tarif dasar AS pada produk seperti mobil listrik (100%) dan panel surya (50%) tetap dipertahankan 67. Ahli ekonomi Scott Kennedy dari Center for Strategic and International Studies menyatakan: “Ini adalah retret AS, bukan konsesi Tiongkok. AS yang memulai perang dagang, dan kini mereka mundur” 6.

1.2 Pemulihan Rantai Pasok Global

Dengan pencabutan pembatasan ekspor mineral tanah jarang, Tiongkok kembali menguasai 80% pasokan global komoditas ini—senjata strategis dalam persaingan teknologi 610. Langkah ini memungkinkan perusahaan teknologi Tiongkok seperti Huawei dan BYD mempertahankan dominasi di pasar baterai dan semikonduktor. “Beijing menggunakan sumber daya ini sebagai leverage untuk memaksa AS berkompromi,” ujar Charles Wang dari Shenzhen Dragon Pacific Capital 3.

1.3 Penguatan Posisi Diplomatik

Kesepakatan ini juga menguntungkan citra Tiongkok sebagai pihak yang “kooperatif” di mata negara berkembang. Dalam pidato resmi, pemerintah Tiongkok menekankan pentingnya “kerjasama win-win”, kontras dengan retorika proteksionisme AS 10. Analis politik Li Ming dari Universitas Peking menilai: “Ini adalah kemenangan soft power. Tiongkok berhasil memproyeksikan diri sebagai penjaga stabilitas ekonomi global.”

Bagian 2: Analisis Ahli Ekonomi atas Dinamika AS-Tiongkok

2.1 Kemenangan Semu atau Strategis?

John Praveen, direktur di Paleo Leon, menyebut kesepakatan ini sebagai “relief rally”—optimisme pasar akibat penghindaran skenario terburuk, meski risiko jangka panjang tetap ada 3. Sementara Michael Metcalfe (State Street Global Markets) menilai penurunan tarif hanya mengembalikan hubungan dagang ke titik awal sebelum eskalasi April 2025 3. Namun, ahli perdagangan Kelly Ann Shaw menegaskan bahwa AS tetap mencapai tujuan kampanye Trump: “Pengurangan defisit dagang dan tekanan atas praktik subsidi Tiongkok” 6.

2.2 Ancaman Resesi Global yang Tertunda

Meski pasar saham merespons positif, IMF memperkirakan perang dagang telah mengganggu perdagangan senilai $600 miliar dan berpotensi memangkas pertumbuhan global sebesar 0,5% pada 2025 613. “Gencatan 90 hari hanyalah jeda. Jika negosiasi gagal, dampaknya akan lebih destruktif,” peringat Jamieson Greer, Perwakilan Dagang AS 7.

2.3 Proyeksi Relokasi Industri dan Diversifikasi Rantai Pasok

Ahli ekonomi dari Bank Dunia memprediksi perusahaan multinasional akan semakin diversifikasi basis produksi ke Asia Tenggara untuk menghindari tarif. Vietnam dan Indonesia diproyeksikan menjadi penerima utama aliran investasi ini, meski Vietnam masih unggul dalam kemudahan berbisnis 13.

Bagian 3: Dampak bagi Indonesia

3.1 Peluang Ekspor dan Investasi

  • Substitusi Produk Tiongkok di Pasar AS: Ekspor elektronik Indonesia ke AS meningkat 23,5% pada 2024, mengisi celah akibat tarif tinggi terhadap produk Tiongkok 13. Sektor tekstil dan alas kaki juga berpotensi menyerap permintaan AS yang beralih dari Tiongkok 8.
  • Relokasi Industri: Sejak 2024, 58 perusahaan (senilai $14,7 miliar) telah relokasi ke Indonesia, terutama di sektor semikonduktor dan panel surya 13. Pemerintah menawarkan insentif pajak hingga 20 tahun untuk menarik lebih banyak investor 12.

3.2 Tantangan dan Risiko 4813

  • Ketergantungan Bahan Baku Tiongkok: 70% bahan baku industri elektronik Indonesia masih diimpor dari Tiongkok. Eskalasi tarif berpotensi mengganggu rantai pasok.
  • Biaya Logistik Tinggi: Biaya logistik Indonesia mencapai 23% dari PDB—jauh di atas Vietnam (15%)—menghambat daya saing.
  • Depresiasi Rupiah: Ketegangan global menyebabkan pelemahan rupiah 10-11%, meningkatkan biaya impor energi dan bahan baku.

3.3 Strategi Indonesia Menghadapi Ketidakpastian

  • Diversifikasi Pasar Ekspor: Pemerintah memperluas pasar ke Afrika dan Timur Tengah, dengan ekspor non-tradisional tumbuh 7,1% pada 2024 13.
  • Revitalisasi Perjanjian Dagang: Indonesia memperbarui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan AS dan memperkuat kerja sama RCEP untuk mengurangi ketergantungan 12.
  • Hilirisasi Industri: Program hilirisasi nikel dan CPO meningkatkan nilai tambah ekspor, meski masih terhambat regulasi 13.

Bagian 4: Perspektif Ekonomi Indonesia

4.1 Analisis Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian)

Airlangga menekankan bahwa pasar AS hanya menyumbang 2,2% dari PDB Indonesia, sehingga dampak tarif dapat diantisipasi melalui diversifikasi. “Kami fokus pada pasar China (60 miliar USD) dan India (20 miliar USD), serta kerja sama teknologi dengan AS,” ujarnya 12. Namun, ia mengakui perlunya reformasi birokrasi untuk menarik investasi.

4.2 Pendapat Sri Mulyani (Menteri Keuangan)

Sri Mulyani memproyeksikan tarif AS dapat mengurangi pertumbuhan Indonesia sebesar 0,3–0,5%. “Kami menyiapkan insentif fiskal dan stabilisasi rupiah untuk menjaga daya beli,” jelasnya 13.

4.3 Kritik dari Pelaku Usaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan lambatnya perizinan dan tingginya biaya logistik. “Vietnam lebih menarik karena perizinan hanya 7 hari, sementara di Indonesia 18 hari,” protes Ketua Apindo 13.

Kesimpulan

Kesepakatan AS-Tiongkok adalah kemenangan taktis bagi Beijing, tetapi juga membuka peluang dan tantangan kompleks bagi Indonesia. Meski Indonesia berpotensi menyerap relokasi industri dan meningkatkan ekspor, ketergantungan pada bahan baku Tiongkok dan inefisiensi logistik tetap menjadi hambatan. Di tengah ketidakpastian global, strategi Indonesia harus fokus pada penguatan industri domestik, diversifikasi pasar, dan percepatan reformasi struktural. Seperti dikatakan ekonom Faisal Basri: “Kesepakatan ini adalah pengingat: ketahanan ekonomi Indonesia bergantung pada kemampuan kita mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing.”

Daftar Pustaka

  • Kontan.co.id (2025). Kabar Baik! 2 Hari Berunding, AS-Tiongkok Capai Kesepakatan Perdagangan 7.
  • Reuters (2025). Global stocks rally after US, China pause tariff war 6.
  • Kemhan.go.id (2025). Perang Dagang AS–Tiongkok: Dampak, Peluang, Tantangan 13.
  • Kompasiana (2025). Dampak Pajak Impor AS terhadap Perekonomian Indonesia 8.
  • SG-Insight (2025). Investor Bersorak atas Gencatan Tarif AS-Tiongkok 3.

(Artikel ini disusun berdasarkan data per 13 Mei 2025. Pembaruan lebih lanjut dapat mengikuti perkembangan negosiasi AS-Tiongkok.)

BACA JUGA : Trump Mengusulkan Pemotongan Tarif Bea Masuk ke China Hingga 80%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.